KETAPANG (triggernetmedia.com) – Pernyataan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang, Imawan terkait program PTSL di wilayah Matan Hilir Utara (MHU) yang telah dinyatakan selesai semua menuai polemik di masyarakat.
“Faktanya, masyarakat menilai hal tersebut tidak benar lantaran sampai saat ini masih ada masyarakat yang mengaku telah bertahun-tahun menunggu namun belum mendapat sertifikat program PTSL tersebut,” ungkap seorang warga, Harlisa (45), Rabu (27/2).
Harlisa mengaku dirinya bahkan sudah setahun lebih belum juga menerima sertifikat hak milik (SHM) dari tanah yang telah ia daftarkan ke program PTSL sejak tahun 2017 silam.
“Kalau memang seperti yang disampaikan kepala BPN semua sudah beres, kenapa saya justru sampai saat ini belum menerima sertifikatnya,” ujarnya.
Harlisa menyatakan kalau dirinya bersama dengan dua orang temannya yang ikut dalam program PTSL tersebut sudah mendaftarkan diri sejak Agustus 2017. Bahkan, menurutnys sudah membayar biaya di tingkat desa dan menyerahkan persyaratan yang diminta termasuk Surat Keterangan Tanah (SKT) asli miliknya yang juga sudah diserahkan ke pihak desa.
“Tanah saya di Sungai Jahak Desa Kuala Tolak di Kecamatan Matan Hilir Utara. Itu juga sudah saya tanyakan ke pihak desa, katanya suruh tanya ke BPN, saya sudah ke BPN Januari lalu katanya mau diinformasikan tapi belum ada kabarnya,” kesalnya.
Harlisa terkejut saat membaca berita di beberapa media massa mengenai statmen Kepala BPN Ketapang, Imawan yang menyatakan bahwa semua sertifikat program PTSL tahun 2017 sudah selesai. Pernyataan pejabat kepala BPN Ketapang di media massa itu membuat dirinya semakin bingung apakah hal itu benar sehingga dirinya mempertanyakan kenapa SHM miliknya sudah bertahun-tahun belum ada kejelasannya.
“Tapi saya sudah dihubungi pihak BPN, besok (28/2) diajak kelokasi untuk mengecek langsung kenapa SHM saya belum terbit,” jelasnya.
Sementara itu, Par (35) warga Desa Sei Putri, Kecamatan Matan Hilir Utara mengaku dirinya juga sampai saat ini belum menerima sertifikat dari program PTSL yang ia ikuti pada tahun 2018 lalu.
“Awalnya biaya pembuatan di tingkat desa diminta Rp300 ribu, kemudian masyarakat tidak mau dan akhirnya disepakati Rp200 ribu, setelah disepakati dilakukan pertemuan,” ungkapnya.
Par mengatakan, setelah pertemuan dirinya kemudian mengajukan Kartu Keluarga (KK) KTP. Bahkan menurutnya, sempat ada sosialisasi yang dihadiri BPN.
“Bahkan pihak BPN sendiri yang melakukan pengukuran tanah, dan sempat pula menginap di desa kami,” ujarnya.
Par menyatakan, memang ada sebagian yang keluar. Namun, dirinya dan beberapa keluarga berjumlah 10 orang, justru tidak ada yang diterbitkan sertifikatnya sampai sekarang.
“Makanya saya mempertanyakan persoalan ini apa kendalanya di BPN,” jelasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala BPN Ketapang, Imawan mengaku kalau pihaknya akan turun kelapangan guna memastikan terkait keluhan warga tersebut. Dikatakannya, untuk wilayah Sei Putri seingatnya program PTSL pada tahun 2018 tidak ada, dan hanya ada pada tahun 2017.
“Saya imbau desa silahkan mengusulkan kepada BPN, nanti akan kita lihat target yang ada tahun itu memungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak atau menunggu tahun berikutnya,” ujarnya.
Pewarta : Jhon
Editor : Arizbroadcaster