banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600

Penyelamatan Bayi Orangutan di Hulu Sungai Ketapang

IAR Indonesia bersama BKSDA Kalimantan Barat menyelamatkan Covita bayi orangutan berusia 2,5 tahun di Hulu Sungai Ketapang.
banner 120x600

triggernetmedia.com – Unit Penyelamat Satwa Liar – Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang bekerja sama dengan IAR Indonesia kembali menyelamatkan satu individu orangutan peliharaan dari Dusun Ampon, Desa Krio Hulu, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, pada Sabtu (29/8/2020).

Orangutan dengan jenis kelamin betina ini awalnya dipelihara secara illegal oleh seorang warga di Dusun Ensayang, Desa Karang Betong, Kecamatan Nanga Mahab, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat.

Dari pengakuan seorang warga itu, iamendapatkan orangutan ini ketika bekerja di wilayah Babio, Kabupaten Sekadau. Ketika ditemukan, orangutan yang diberi nama Covita ini mengalami cedera pada kaki kanannya. Selama dipelihara oleh pemiliknya, Covita dirantai di sebuah rumah walet dan diberi makan nasi, jambu monyet, air gula dan susu kental manis.

Penyelamatan Covita dari pemeliharaan illegal ini dimulai ketika salah satu warga desa lainnya yang mengetahui persoalan satwa liar dilindungi. Warga pun meminta agar keberadaan orangutan ini untuk diserahkan pemiliknya ke pihak berwenang.

Karena desa tempatnya tinggal itu sulit dijangkau, pemilik orangutan ini kemudian membawa Covita ke Dusun Ampon yang lebih mudah diakses.

Sementara, untuk mencapi Dusun Ampon, tim gabungan harus melakukan perjalanan darat selama 8 jam dari Pusat Penyelamatan Orangutan IAR Indonesia di Desa Sungai Awan dan dilanjutkan dengan perahu motor selama 3 jam. Kemudian, dari hasil pemeriksaan gigi oleh dokter hewan IAR Indonesia, drh. Adisa, Covita diperkirakan masih berusia 2,5 tahun, dan ada tonjolan pada tulang paha kanannya.

“Kemungkinan besar ini adalah bekas cedera yang dialaminya dulu ketika ditemukan. Selain itu, Covita juga menderita penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok di kedua kaki dan punggungnya,” jelasnya.

Covita saat ini dibawa ke IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Kabupaten Ketapang yang memiliki fasilitas pusat rehabilitasi satwa, untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Covita akan menjalai masa karantina selama 8 minggu.

Selama masa karantina, Covita akan menjalani pemeriksaan secara detail oleh tim medis IAR Indonesia. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan Covita tidak membawa penyakit berbahaya yang bisa menular ke orangutan lainnya di pusat rehabilitasi IAR Indonesia.

Untuk diketahui, ini adalah kali kedua IAR Indonesia bersama BKSDA Kalimantan Barat menyelamatkan orangutan dari dusun tersebut, setelah pada pertengahan tahun lalu, tim gabungan ini menyelamatkan satu bayi orangutan yang juga menjadi korban pemeliharaan satwa liar dilindungi.

Selain mengancam kelestarian satwa liar, perilaku tidak bertanggungjawab seperti ini juga dinilai beresiko membahayakan manusia dengan penyakit yang mungkin dibawa oleh satwa liar.

“Di masa pandemi covid-19 seperti sekarang, penyerahan satwa liar yang dilindungi ini dapat mengurangi kemungkinan bahaya penyakit menular. Semoga upaya karantina dan rehabilitasi Covita dapat berjalan dengan baik sehingga dapat dilepasliarkan ke habitat alaminya di hutan rimba Kalimantan,” ujar Tantyo Bangun, Ketua Umum YIARI.

Kepala Balai BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, mengatakan, pemeliharaan illegal Tumbuhan dan Satwa Liar dapat memberikan dampak buruk bagi kedua belah pihak.

“Dari sisi satwanya dapat menyebabkan perubahan perilaku alami orangutan dan di sisi lain dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia di sekitarnya,” jelasnya.

“Di samping itu, DNA orangutan yang sangat mirip dengan manusia memungkinkannya menjadi perantara berpindahnya penyakit yang dibawanya kepada manusia. Begitu pula sebaliknya manusia dapat menularkan penyakit yang dibawanya kepada orangutan,” ujarnya menambahkan.

Jika proses penularan ini berlangsung cepat maka tidak mustahil terjadi bencana kesehatan secara luas. Oleh karena itu menjaga jarak dengan satwa liar adalah hal yang baik bagi kedua belah pihak,” jelasnya lagi.

Lebih lanjut dijelaskannya, perubahan perilaku alami orangutan merupakan kerugian besar bagi satwa orangutan itu sendiri dikarenakan akan sulit bertahan hidup di alam ketika dilepasliarkan. Orangutan tidak mampu mengenali pakan alaminya, tidak mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

“Kami berterima kasih kepada IAR Indonesia yang berlokasi di Kabupaten Ketapang, sebagai salah satu pusat rehabilitasi orangutan di Kalbar. Semoga Covita dapat ‘diliarkan kembali’ di sana sampai nanti layak untuk dilepasliarkan ke rumahnya di alam,” tutupnya.

Rilis

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *