banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600
HeadlineKapuas RayaKilas Kalbar

Hutan Adat Sebagai Penopang Kesejahteraan Masyarakat

×

Hutan Adat Sebagai Penopang Kesejahteraan Masyarakat

Sebarkan artikel ini

triggernetmedia.com – Kekayaan sumberdaya alam yang masih berlimpah ditanah air saat ini diantaranya dimiliki Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalbar.

Namun, hingga saat ini kekayaan sumberdaya alam tersebut diakui belum dikelola dengan optimal oleh masyarakat adat, khususnya dalam menopang terbangunnya ekonomi kerakyatan.

“Salah satu faktor kendalanya yakni belum adanya legalitas pengakuan masyarakat hukum adat oleh pihak pemerintah setempat. Seperti yang dirasakan masyarakat Hutan Adat Rasau Sebaju, yang sampai saat ini terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan secara resmi,” ungkap Sukartaji dari Lembaga JARI Borneo, Rabu malam (28/8) di Melawi.

Sukartaji mengatakan, beranjak dari persoalan itu, Lembaga JARI Borneo  menggelar seminar sehari di aula Hotel Rajawali Nanga Pinoh.

“Seminar tersebut mengusung tema urgensi hutan adat dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Seminar sehari itu tersebut turut menghadirkan instasi terkait dan para ketua masyarakat hukum adat dari enam wilayah, pengelola Pasak Sebaju dan komunitas adat.

Masyarakat diharapkan mampu menggerakan spirit masyarakat hukum adat, dan hukum yang berlaku, termasuk regulasi dan peraturan pemerintah daerah.

Sukartaji mengungkapkan bahwa Kegiatan ini juga menjadi program untuk percepatan pengakuan dan penetapan Masyarakat Hukum Adat  di Melawi.

Sukartaji membeberkan, potensi masyarakat hukum adat dan hutan adat yang ada di Melawi sebenarnya cukup banyak.

Ia menyebut, bahkan ada tiga komunitas yang sudah mengajukan kembali ke JARI Indonesia untuk pengusulan hutan adat pada 2020 mendatang.

“Diantaranya yakni warga dari Dusun Kebebu, Desa Kebebu yang akan mengusulkan 100 hektare lebih hutan durian di sepanjang Sungai Melawi untuk dijadikan kawasan adat,” katanya.

Usulan lain, sambungnya datang dari masyarakat Tebing Kerangan yang ingin melestarikan Sungai Otak sebagai salah satu kawasan tumbuh kembangnya habitat ikan Tapah.

“Begitu pula dengan Desa Semadin Lengkong yang juga ingin melestarikan 100 hektare lebih lahan utamanya sebagai sumber air bersih disana,” papar Sukartaji.

“Gambaran sumberdaya alam dan nilai ekonomi di tiga daerah ini juga sudah jelas berpotensi untuk dapat dikelola. Dengan potensi yang ada, jika dioptimalkan tentu akan menjadi salah satu penopang terbangunnya kekuatan ekonomi masyarakat adat, khususnya di Kabupaten Melawi” timpal Sukartaji.

Bupati Melawi, Panji menyatakan, keberadaan masyarakat adat sejatinya juga telah diakui negara. Bahkan, Kementerian terkait juga sudah memerintahkan bupati untuk membentuk panitia pengakuan Masyarakat Hutan Adat.

“Sehingga dari kelembagaan tersebut akan mendapatkan pengakuan secara hukum dan ketentuan yang berlaku, termasuk soal kewenangan lembaga itu nantinya,” jelas Panji.

“Yang terpenting, keberadaan Masyarakat Hutan Adat, harus tetap eksis dan tetap mempertahankan jati diri masyarakatnya agar tidak hilang,” tegas Panji.

Seminar sehari yang diadakan oleh Lembaga JARI Borneo Barat bersama konsorsium lintas lembaga, yang memiliki perhatian khusus, sekaligus pendampingan usulan Hutan Adat dan MHA di Melawi seperti LBBT serta Suar Institute Melawi.

Dea I Ariz

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *