triggernetmedia.com – Isu mengenai besaran gaji dan tunjangan anggota DPR RI kembali mencuri perhatian publik. Fakta bahwa total penghasilan seorang anggota dewan bisa mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan membuat masyarakat mempertanyakan rasa keadilan.
Yang paling menyulut emosi publik adalah adanya dua tunjangan spesial. Pertama, tunjangan perumahan yang nilainya fantastis, bahkan bisa menembus Rp50 juta per bulan. Kedua, yang dianggap lebih kontroversial, yakni tunjangan PPh 21. Dengan fasilitas ini, para anggota dewan tidak perlu membayar pajak penghasilan karena semuanya ditanggung oleh negara.
Padahal, sesuai ketentuan UU HPP Nomor 7 Tahun 2021, PPh 21 adalah kewajiban progresif yang dikenakan kepada setiap pekerja sesuai besaran gaji. Artinya, ketika pekerja swasta harus menyisihkan sebagian pendapatannya untuk pajak, anggota DPR justru bisa menerima gaji bersih tanpa potongan pajak.
Besarnya tunjangan pajak ini bukan jumlah kecil, mencapai Rp2,6 juta per bulan. Fakta ini viral setelah Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS, menyorotinya dalam wawancara televisi. Potongan videonya yang diunggah akun @PandemicTalks sudah ditonton jutaan kali.
“Ini jelas kebijakan yang tidak adil. Mestinya gaji DPR digabung dengan tunjangan lalu tetap dikenakan pajak, seperti masyarakat lainnya. Saat rakyat dipaksa bayar pajak, justru DPR bebas pajak karena ditanggung negara. Itu sangat tidak fair,” tegas Media.
Sebagai perbandingan, gaji pokok anggota DPR sebenarnya tidak besar. Berdasarkan PP No. 75 Tahun 2000, gaji anggota DPR hanya Rp4,2 juta, Ketua DPR Rp5,04 juta, dan Wakil Ketua Rp4,62 juta. Namun ketika ditambah dengan belasan tunjangan, jumlah yang diterima setiap bulan bisa melonjak hingga ratusan juta rupiah.
Kondisi ini kian menegaskan jurang ketidakadilan: rakyat terbebani pajak, sementara wakil rakyat justru mendapat keistimewaan pajak ditanggung negara.




