banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600 banner 120x600

Kopkun, Siapa Bilang Koperasi Tak Bisa Menembus Pasar Digital?

Beecer.com, salah satu aplikasi kreasi Kopkun group. [Beecer.com]
banner 120x600

triggernetmedia.com – Tak terbatas sebagai wadah simpan pinjam anggota, kini koperasi bisa bertransformasi menjadi organisasi yang mengembangkan unit usaha mengambil peluang pasar.

Seperti dikutip dari suara.com, mengikuti pangsa pasar milenial, koperasi berinovasi membuat bisnis star up guna memfasilitasi masyarakat yang belanja atau menggunakan jasa-jasa secara online melalui gawai di tangan.

Hal ini lah yang dilakukan Koperasi Karya Utama Nusantara (Kopkun) Group, sebuah koperasi yang berdomisili di Kota Purwokerto, Jawa Tengah.

Berawal dari pengurusnya yang mantan aktivis koperasi mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), mereka menggagas pendirian Kopkun sebagai koperasi modern.

Bukan sekadar aplikasi

Bermula pada 13 tahun silam, Kopkun didirikan dari modal pinjaman bantuan program Kementerian Koperasi RI.

Pada 2006, mereka mendapat modal pinjaman program koperasi akademika Rp 500 juta, dan digunakan untuk membangun swalayan di lingkungan kampus. Awalnya dari satu swalayan, kini sudah punya 4 gerai yang tersebar di Purwokerto.

Barang-barang yang dijajakan swalayan koperasi komplet. Fasilitas dan layanannya profesional sebagai pasar modern, seperti ritel-ritel perusahaan besar.

Ruangan ber-AC dan sistem pengelolaannya terkomputerisasi. Lahan dan bangunan gedung empat swalayan itu sudah milik Koptun yang dibeli dengan mencicil ke bank.

Tak berhenti pada swalayan, Koptun merambah pasar melenial dengan digitalisasi koperasi. Koptun ini membangun inkubator dengan mendirikan unit bisnis start up-sturt up.

Startup yang didirikan koperasi itu melahirkan sejumlah aplikasi. Inkubator bisnis start up ini dibangun dalam dua tahun belakangan.

Firdaus Putra Aditama, Chief Operating Officer (COO) Kopkun Group kepada Suara.com mengutarakan, pengembangan dan inovasi koperasi mereka mengacu konsep Rhenald Kasali, pakar bisnis sekaligus dosen ekonomi Universitas Indonesia, tentang bekerja dengan dua tangan.

Ketika tangan kiri bekerja, tangan kanan juga bekerja secara bersamaan. Analogi tangan kiri misalnya adalah mengembangkan koperasi konvensional modern. Sementara tangan kanan dianalogikan sebagai upaya mengembangkan koperasi melalui bisnis start up.

Sebab, bisa jadi bisnis konvensional yang sekarang akan memasuki masa senjakala dan beberapa usaha start up bisa tumbuh. Kedua pola bisnis itu mereka jalani dan kembangkan.

Meskipun awal mula membangun bisnis start up gagal, mereka terus belajar lebih dalam dan akhirnya mulai berkembang hingga mampu membuat inkubator.

“Jadi dulu kami memahami start up hanya sebatas aplikasi. Ternyata start up itu basisnya bukan aplikasi. Start up itu basisnya adalah bagaimana model bisnis tersebut inovatif, barulah kemudian dikembangkan menjadi aplikasi,” kata Firdaus.

Saat mereka mendirikan lembaga inkubator, SDM yang memiliki talenta digital mulai bergabung, seiring proses literasi yang berjalan cukup panjang.

Kemudian, beberapa bulan berjalan, mereka mulai menciptakan aplikasi–aplikasi dan seterusnya. Tahun pertama mereka mendirikan tiga start up, tahun kedua lahirlah lima start up.

Start up-start up yang diinkubasi oleh Kopkun misalnya Beceer.com yakni aplikasi belanja pasar, dan BookCircle.id, yaitu aplikasi untuk meminjam atau sewa buku.

Selanjutnya, Sewaa.in yang merupakan aplikasi penyewaan barang. Misalnya, orang yang punya barang tidak terpakai bisa disewakan melalui aplikasi ini.

Kemudian Jajan.in, aplikasi jualan kudapan yang rata-rata pelanggannya anak indekos. Sementara Sributukang.com, adalah aplikasi pencarian jasa tukang.

Sedangkan OnPrint.id adalah aplikasi untuk print online yang mempermudah anak indekos mencari tempat fotokopi terdekat melalui aplikasi.

Misalnya, mahasiswa dari kalangan anak kos mengerjakan tugas selesainya malam hari tidak perlu khawatir, tinggal masukan file, otomatis nanti bisa dicekta (print) lewat aplikasi tersebut.

Ada lagi CrowdCircle.id, aplikasi crowdfunding, serta hallomentor, sebuah aplikasi untuk mendampingi UMKM.

Setelah didampingi oleh pakar melalui hallomentor dan ada peningkatan omset, si mentor mendapat bayaran lewat bagi hasil.

Garap kelas menengah malas

Rencananya, pada November mendatang, Kopkun akan menambah lagi pendirian satu koperasi, namanya koperasi pangan.

Tahun lalu, mereka mendirikan Koperasi Simpan Pinjam atau KSP. Total entitas yang berada di bawah grup Kopkun itu sebanyak 15 , ada Perseroan Terbatas (PT), CV, Yayasan, Koperasi, Start up.

Koperasi ini memiliki Yayasan bernama Kopkun Institute, fokusnya ke kajian dan riset. Yayasan ini memiliki anak bernama PT Prakasa Unggul, yaitu lembaga konsultan profesional yang memiliki karyawan lima orang. Kemudian anak yang kedua adalah lembaga inkubator.

Menurut Firdaus, di luar negeri, entitas bisnis berbadan hukum perseroan terbatas di bawah koperasi dalam skema konglomerasi atau holding koperasi, sudah hal biasa.

Sementara di Indonesia, holding koperasi itu baru diuji coba oleh Kementerian Koperasi dan UKM pada 2018 lalu.

Bisnis start up yang diciptakan oleh Kopkun untuk mengambil segmentasi pasar kelas menengah. Sebab, lapisan masyarakat tersebut cenderung malas, karena pengin yang serba cepat dan instan.

Segmennya rata-rata masyarakat perkotaan dan mahasiswa. Start up – start up itu kini mulai berkembang.

Contohnya Beecer.com, yang sudah diunduh oleh 2.800 pengguna dan dengan 2.400 register. Soal transaksi, per bulan rata-rata 200 kali.

Padahal aplikasi Beecer.com baru dioperasionalkan pada April 2019, artinya baru sekitar lima bulan.

“Itu bagus, karena baru lima bulan sudah mencapai angka 2.800 download tanpa ‘menggoreng’ duit. Kami enggak punya duit seperti unicorn. Yang download aplikasi 2.800 itu enggak ‘menggoreng’ kayak promo voucer dan sebagainya,” ujar dia.

Dia mengungkapkan, Kopkun referensinya dari koperasi kampus di Asia Pasific, terutama Korea dan Jepang.

Jadi, koperasi kampus itu berdiri sendiri, mereka punya legalitas masing masing. Kenapa dinamakan koperasi kampus, karena backbone atau saluran penyangganya adalah masyarakat kampus.

Kekinian, Kopkun group memiliki total karyawan sekitar 100 orang. Karyawan yang bekerja di 4 swalayan ada 60 orang, koperasi simpan pinjam 12 orang, perseroan terbatas 5 orang, dan di lembaga inkubator memiliki 2 karyawan.

Rencana pada tahun mendatang, Kopkun akan membuka swalayan di kota-kota lain dengan sistem kemitraan dengan pihak lain.

Model kerja samanya adalah, pihak mitra menyediakan lahan dan gedung, sementara Kopkun menyediakan barang dan manajemen. Sistemnya bagi hasil.

Firdaus menambahkan, Kopkun mengalami akselerasi bisnis pada tahun ketujuh. Sebelumnya, lima tahun awal mereka tidak pernah membayangkan akan memiliki gedung dan punya cabang.

“Sebulan pemasukan 4 swalayan, tapi yang satu baru buka, yang sudah berjalan 3 swalayan. Total sebulan penghasilannya untuk tiga swalayan Rp 1 miliar sampai Rp 1,5 miliar. Aset lahan dan bangunan Kopkun sekitar Rp 25 miliar. Start up belum bisa dihitung, mungkin baru dua tahun baru bisa dihitung. Tapi ada teman yang mentaksir, Beecer.com senilai Rp1 M,” ungkapnya.

Reza Gunadha | Erick Tanjung

 

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *